Jabodetabektoday. com – Depok – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi Juli 2024 ini menjadi musim kemarau 2024 di sejumlah wilayah Indonesia, Kota khususnya, termasuk Sebagian wilayah Jawa Barat. Karenanya, suhu udara mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Namun pada beberapa hari terakhir, khususnya di Kabupaten dan Kota Bogor, terik matahari terasa lebih menyengat dari biasanya, Selasa (25/6/2024).
Prakirawan BMKG Stasiun Klimatologi Jawa Barat, Irlando Kusumo, menjelaskan, peristiwa ini merupakan akibat dari gerak semu matahari. Yakni, gerak bayangan yang terjadi akibat bumi berotasi. Akibatnya, akan muncul penampakan seolah-olah Matahari bergerak dari arah timur ke barat dan posisi semu Matahari pada fase bulan MAM (Maret-April-Mei) berada dekat sekitar khatulistiwa dan menyebabkan suhu udara di sebagian wilayah Indonesia termasuk Jawa Barat menjadi relatif cukup terik saat siang hari. Hal inipun merupakan siklus yang sudah biasa terjadi setiap tahun.
“Sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.
Jika ditinjau dari perpindahan posisi Matahari (utara – Selatan) maka pola aliran udara atau arah gerak angin didominasi dari Benua Australia yang cenderung kering Dampaknya pada Sebagian besar BMI (Benua Maritim Indonesia) termasuk Jawa Barat, peluang hujan akan semakin kecil (meskipun bukan berarti bulan tanpa hujan) apabila dibandingkan dengan fase Desember-Januari_Februari (DJF). Pada fase MAM (Maret-April-Mei), pertumbuhan awan dan hujan akan lebih didominasi dari proses konvektif secara thermal (pemanasan). Pengangkatan udara akan dimaksimalkan dengan cara tersebut, di samping konvergensi (terutama pada daerah pesisir) dan orografi (pada daerah pegunungan).
“wilayah Jabar termasuk sebagian Depok sekarang juga tengah mengalami pancaroba atau pergantian dari musim hujan ke musim kemarau. Dengan begitu, beberapa daerah tidak tertutup awan. hal tersebut menyebabkan penyinaran matahari ke permukaan bumi akan terjadi secara maksimal akibat tidak adanya tutupan awan,” katanya. (Hais)